Insiden Perobekan Bendera Belanda Di Hotel Yamato Surabaya

Pembahasan kali ini yaitu ihwal beberapa insiden di tempat dalam upaya usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yaitu insiden perobekan bendera belanda di hotel yamato pada tanggal 19 September 1945.

Salah satu hambatan yang biasa dihadapi oleh pemerintah yang baru yaitu belum berjalannya koordinasi antara pemerintah sentra dengan pemerintah daerah. Akibat ketiadaan koordinasi ini, muncul banyak masalah.

Begitulah masa awal Republik Indonesia. Pemerintah belum solid, bahaya dari NICA tiba dengan teror dan provokasi. Dengan demikian, dapat kau bayangkan reaksi rakyat.

Insiden Bendera

Sebulan sesudah kemerdekaan diproklamasikan, di Surabaya terjadi ”Insiden Bendera”. Heroisme rakyat tersulut ketika orang-orang Belanda mulai memprovokasi keadaan dengan mengibarkan bendera Merah Putih Biru pada tiang di atas hotel.

Tanpa dikomando, rakyat dari segala penjuru tiba dan menaiki hotel itu untuk merobek warna biru pada bendera tersebut. Saat itu tanggal 19 September 1945 rakyat menyerbu Hotel ”Oranje” di Tunjungan.

Hotel itu merupakan markas marinir Belanda yang dipimpin Kolonel Hoyer. Dari sinilah, ia mulai memperlihatkan isyarat kepada Jenderal Iwabe, pada Panglima Jepang di Jawa Timur.
Pembahasan kali ini yaitu ihwal beberapa insiden di tempat dalam  Insiden Perobekan Bendera Belanda Di Hotel Yamato Surabaya
Gambar: Insiden Bendera di Hotel Yamato Surabaya

Pertempuran jago meletus di Surabaya pada tanggal 31 Oktober 1945. Tentara Inggris di bawah Mayor Venugopall terkepung oleh barisan rakyat.

Brigjen Mallaby tiba dengan bendera putih bersama Kapten Smith, Kapten Shaw, dan Letnan Laughland untuk menengahi pertempuran.

Mobil Mallaby dicegat perjaka bersenjata di tengah jalan. Mayor Venugopall tiba-tiba melempari granat untuk membebaskan Mallaby.

Tembak-menembak meletus di kedua belah pihak dan Mallaby tewas terpanggang di dalam mobilnya. Panglima tentara Sekutu memerintahkan Angkatan Darat, Laut, dan Udara untuk berkemas-kemas melancarkan operasi besar-besaran.

Provokasi ini diimbangi dengan pidato-pidato Bung Tomo untuk menggelorakan semangat pemberontakan melawan tentara Sekutu.

Dalam suasana yang sangat eksplosif itu, panglima tentara Inggris di Surabaya Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum tanggal 9 November 1945.

Isi ultimatum antara lain semua pimpinan dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat-tempat yang telah ditentukan, selanjutnya menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas.

Batas waktu ultimatum itu yaitu pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Bagi kita, ini tentu sebuah penghinaan, bangsa yang merdeka dan berdaulat diperlakukan layaknya orang yang kalah perang.

Benar, mulai pukul 06.00 tanggal 10 November 1945, selama seharian tentara Inggris membombardir Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara.

Pelabuhan, kantor, dan permukiman penduduk luluh lantak, ribuan nyawa rakyat menjadi korban. Tanggal 11 November 1945 residen serta wali kota Surabaya memerintahkan pengungsian semua perempuan dan anak-anak.

Pada hari itu juga, TKR mengirimkan komunike bahwa Surabaya hancur dan malamnya Bung Tomo berpidato mengobarkan semangat rakyat.

Pertempuran tidak berimbang itu terjadi sampai awal Januari 1946. Meskipun protes dan komunike dikeluarkan oleh banyak sekali pihak, tetapi tentara Inggris terus agresif membumihanguskan Surabaya. Pertempuran yang menghancurkan sebagian besar Kota Surabaya itu juga menyisakan teka-teki ihwal janjkematian Mallaby.


Sumber https://www.berpendidikan.com
Buat lebih berguna, kongsi:
close