Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia oleh Pemerintahan di Aceh
Di Aceh, perjuangan mempertahankan kemerdekaan semula dipelopori oleh Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang dipimpin Syamaun Gaharu bersama dengan Abdul Hamid Samalanga, Husein Yusuf, Nyak Neh, Said Usman, Said Ali, dan lain-lain.
Susunan pengurus API ini lalu menjadi cikal bakal TKR. Bersama rakyat mereka berhasil memperdaya tentara Jepang yang memang tengah frustasi.
Dengan gampang mereka melucuti senjata Jepang di Sigli (200 pucuk), Seulimeum (180 pucuk), Kutaraja (600 pucuk dengan granat, meriam, dan gudang senjata), Lhokseumawe (600 pucuk), dan Peukan Cunda (60 pucuk).
Senjata-senjata itu lalu diserahkan kepada Residen Aceh Teuku Nya’Arif. Pada tanggal 3 Desember 1945 terjadi ketegangan antara uleebalang, ulama, dan tentara Jepang.
Pokok permasalahannya yaitu soal rebutan senjata. Pihak Jepang tetap tidak mau menyerahkan senjata kepada uleebalang ataupun ulama.
Akhirnya, Komandan TKR Syamaun Gaharu tiba ke Sigli tanggal 4 Desember 1945 untuk berunding. Tentara Jepang hanya mau berunding dan menyerahkan senjatanya kepada pihak pemerintah Republik Indonesia (TKR).
Senjata-senjata itu lalu diangkut ke Kutaraja. Tanpa diduga dari arah Pidie dan Bambi tiba 2.000-an rakyat bersenjatakan kelewang, tombak, rencong, dengan menggunakan tanda daun pucuk kelapa serta berseru ”sabilillah”.
Suasana menjadi panas sesudah massa menahan Syamaun Gaharu yang dianggapnya menahan rakyat untuk masuk kota. Ia nyaris dibunuh oleh massa malam harinya.
Untung Tengku Abdurrakhman Peusangan (wakil ketua umum Persatuan Ulama Seluruh Aceh/ PUSA) tiba untuk meyakinkan massa.
Selanjutnya, untuk melerai kejadian yang lebih besar antara rakyat dengan tentara Jepang, Gubernur Sumatra Mr. Teuku Hassan tiba dengan pengawalan TKR dari Bireun.
Perundingan diadakan antara kedua belah pihak dengan keputusan antara lain
Sumber https://www.berpendidikan.com
Pemerintahan di Aceh.
Di Aceh, perjuangan mempertahankan kemerdekaan semula dipelopori oleh Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang dipimpin Syamaun Gaharu bersama dengan Abdul Hamid Samalanga, Husein Yusuf, Nyak Neh, Said Usman, Said Ali, dan lain-lain.
Susunan pengurus API ini lalu menjadi cikal bakal TKR. Bersama rakyat mereka berhasil memperdaya tentara Jepang yang memang tengah frustasi.
Dengan gampang mereka melucuti senjata Jepang di Sigli (200 pucuk), Seulimeum (180 pucuk), Kutaraja (600 pucuk dengan granat, meriam, dan gudang senjata), Lhokseumawe (600 pucuk), dan Peukan Cunda (60 pucuk).
Senjata-senjata itu lalu diserahkan kepada Residen Aceh Teuku Nya’Arif. Pada tanggal 3 Desember 1945 terjadi ketegangan antara uleebalang, ulama, dan tentara Jepang.
Pokok permasalahannya yaitu soal rebutan senjata. Pihak Jepang tetap tidak mau menyerahkan senjata kepada uleebalang ataupun ulama.
Akhirnya, Komandan TKR Syamaun Gaharu tiba ke Sigli tanggal 4 Desember 1945 untuk berunding. Tentara Jepang hanya mau berunding dan menyerahkan senjatanya kepada pihak pemerintah Republik Indonesia (TKR).
Foto: Icon Aceh |
Senjata-senjata itu lalu diangkut ke Kutaraja. Tanpa diduga dari arah Pidie dan Bambi tiba 2.000-an rakyat bersenjatakan kelewang, tombak, rencong, dengan menggunakan tanda daun pucuk kelapa serta berseru ”sabilillah”.
Suasana menjadi panas sesudah massa menahan Syamaun Gaharu yang dianggapnya menahan rakyat untuk masuk kota. Ia nyaris dibunuh oleh massa malam harinya.
Untung Tengku Abdurrakhman Peusangan (wakil ketua umum Persatuan Ulama Seluruh Aceh/ PUSA) tiba untuk meyakinkan massa.
Selanjutnya, untuk melerai kejadian yang lebih besar antara rakyat dengan tentara Jepang, Gubernur Sumatra Mr. Teuku Hassan tiba dengan pengawalan TKR dari Bireun.
Perundingan diadakan antara kedua belah pihak dengan keputusan antara lain
- senjata-senjata Jepang hanya boleh diserahkan kepada pemerintah kawasan Aceh;
- tanggung jawab keamanan Kota Sigli tetap berada di tangan pemerintah yang sah, dijaga oleh TKR, polisi, dan alat-alat pemerintah yang lain;
- rakyat dan uleebalang meninggalkan Kota Sigli dan kembali ke kotanya masing-masing dan kalau terjadi suatu kejadian dalam pemulangan ini, kepada masing-masing pihak harus bertanggung jawab.
- Tentara Jepang pun meninggalkan Aceh tanggal 10 Desember 1945.
Buat lebih berguna, kongsi: