Zaman Batu Madya berlangsung pada kala Holosen. Perkembangan kebudayaan pada zama ini berlangsung lebih cepat daripada Zaman Batu Tua. Hal ini disebabkan pendukung zaman ini ialah insan lebih cerdas (Homo Sopiens). Selain itu, Keadaan alam sudah tidak seliar dan selabil Zaman Batu Tua sehingga dalam waktu kurang lebih 20.000 tahun (Sejak permulaan zaman Holosen). Hingga zaman sekarang, insan telah mencapai tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi dari apa yang telah dicapai insan purba pada zaman selama 600.000 tahun.
1). Peninggalan Budaya
Alat-alat kerikil yang dipakai dari Zaman Batu Tua pada Zaman kerikil madya masih terus dipakai dan dikembangkan serta menerima dari Asia Daratan sehingga memunculkan corak tersendiri. Bahkan alat-alat tulang dan flake dari zaman kerikil tua, memegang peranan penting pada zaman kerikil madya. Manusia pada zaman ini juga telah bisa menciptakan gerabah, yaitu benda pecah belah yang dibentuk dari tanah liat yang dibakar.
a) Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture)
Banyak alat-alat kerikil dan tulang dari Zaman Batu Madya ditemukan di abris sous rache, yaitu gua-gua yang dipakai sebagai tempat tinggal. Penelitian pertama terhadap abris sous roche dilakukan oleh Van Stein Callenfels di Gua Lawa, akrab sekampung, Ponorogo, Jawa Timur dari tahun 1928 hingga 1931. Alat-alat Mesolitikum yang ditemukan berupa alat-alat kerikil mirip mata panah dan flake, batu-batu penggiling dan alat-alat dari tulang tanduk.
Oleh lantaran sebagian besar alat yang ditemukan di Sampung berupa alat-alat dari tulang, maka disebut dengan kebudayaan tulang sampung (Sampung bone culture). Bersamaan dengan alat-alat dari Sampung ini, ditemukan pula fosil insan Papua-Melanesoid yang merupakan nenek moyang suku bangsa papua dan Melanesia sekarang. Alat-alat kerikil dan tulang dari Zaman Batu Madya juga ditemukan di Besuki, Jawa Timur oleh Van Heekeren. Di beberapa gua di Bojonegoro ditemukan pula alat-alat dari kerang dan tulang bersama dengan fosil insan Papua-Medlanesoid.
b) Kebudayaan Toala (Flake Culture)
Selama tahun 1893-1896 dya irabg bersaudara seoyoy, berkebangsaan Swiss, berjulukan Fritz Sarasin dan Paul sarasin melaksanakan penelitian di gua-gua di Lumancong Sulawesi Selatan yang masih didiami oleh suku bangsa Toala. Mereka berhasil menemukan alat-alat serpih (flake), mata panah bergerigi, dan alat-alat tulang. Van Stein Callenfels memastikan bahwa kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolitikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 hingga 1000 SM.
Pada penelitian lebih lanjut pada gua-gua di wilayah Maros, Bone, dan Bantaeng (Sulawesi selatan) berhasil ditemukan alat-alat serpih (flake) dan alat-alat lain, mirip kerikil penggiling, gerabah, dan kapak sumatra (pebble). Alat-alat yang ibarat alat kebudayaan Toala juga ditemukan di Nusa Tenggara Timur, yaitu di Flores, Roti, dan Timor, sedangkan di tempat Priangan, Bandung ditemukan flake terbuat dari obsidian (batu hitam yang indah).
c) Kebudayaan Kapak Genggam Sumatra (Pebble Culture)
Di sepanjang pesisir Sumatra timur laut, antara Langsa (Aceh), dan Medan ditemukan bekas-bekas tempat tinggal insan dari Zaman Batu Madya. Termukan itu berupa tumpukkan kulit kerang ini disebut Kjokkenmmoddinger ini, Van Stein Callenfels pada tahun 1925, juga menemukan:
2) Manusia Pendukung
Pendukung kebudayaan Mesolitikum ialah insan dari ras Papua-Melanesoid. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil insan ras Papua Melanesoid, baik pada kebudayaan tulang sampung maupundi bukit-bukit di Sumatra. pendukung kebudayaan dan Toala Sarasin diperkirakan ialah nenek moyang orang suku Toala kini yang merupakan keturunan orang Wedda dari Srilangka (Ras Weddoid).
3) Kehidupan Sosial
Sebagian insan pendukung kebudayaan Mesolitikum masih tetap berburu dan mengumpulkan mengumpulkan makanan, tetapi sebagian dari mereka sudah mulai bertempat tinggal menetap di gua-gua dan bercocok tanam secara sederhana. Ada pula pendukung kebudayaan Zaman Batu Madya yang hidup di pesisir. Mereka hidup dengan menangkap ikan, siput, dan kerang.
Mereka bercocok tanam dengan amat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah sesuai dengan keadaan kesuburan tanah. Mereka menanam umbi-umbian. Pada zaman ini insan sudah mulai berupaya menjinakkan binatang. hal itu sanggup dibuktikan dengan temuan fosil anjing di gua Cakondo, Sulawesi Selatan.
4) Seni Lukis
Lukisan lukisan pada dinding-dinding gua di Eropa, Afrika, dan sebagian Asia berasal dari zaman Paleolithikum. Lukisan-lukisan itu antara lain lukisan rusa betina di gua Altamira Spanyol, denah bison di goa Niaux Perancis, dan lukisan tangan insan menggapai di atas kuda di gua Peach Merle, Prancis. Di indonesia lukisan-lukisan tersebut gres ada pada Zaman Mesolitikum. Kegiatan menggambar pada dinding-dinding gua dilakukan oleh pendukung kebudayaan Mesolitikum dikala mereka mulai hidup menetap di gua-gua. Di gua-gua itulan mereka menciptakan alat-alat kerikil dan tulang serta melukis pada dinding-dinding gua. Diantara alat-alat yang ditemukan di Kjokkenmoddinger terdapat gambar garis-garis sejajar dan gambar mata.
Penelitian lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan pertama kali dilakukan oleh C.H.M. Heekeren Palm pada tahun 1950 di Leang Patta E. Pada latar belakang cat merah dan gambar seekor babi rusa yang sedang melompat dengan panah di kepingan jantungnya. Menurut Van Heekeren gambar babi hutan di gua Leang-Leang di Sulawesi Selatan berumur sekitar 4000 tahun.
Lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara ditemukan oleh Kosasih S.A pada tahun 1997. Di gua-gua di Pulau Muna ditemukan majemuk lukisan, mirip insan dalam banyak sekali sikap, kuda, rusa, buaya, dan anjing.
Di Maluku, lukisan dinding gua ditemukan di pulau menakutkan dan pulau kei oleh J. Roder pada tahun 1937. Di Maluku ditemukan lukisan dinding di gua diantaranya cap-cap tangan, gambar kadal, manusia, rusa, burung, perahu, matahari, mata, dan gambar-gambar geometrik. Di papua, lukisan-lukisan tersebut, selain ditemukan di gua-gua, juga ditemukan pada dinding kerikil karang.
5) Kepercayaan
Masyarakat Mesolitikum di Indonesia sudah mengenal kepercayaan dan penguburan mayit lukisan insan di Pulau Seram dan Papua merupakan teladan gambar nenek moyang dan dianggap mempunyai kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Demikian halnya gambar kadal di wilayah tersebut, dianggap sebagai penjelmaan nenek moyang atau kepala suku sebagai lambang kekuatan magis. Pemujaan terhadap hewan yang dianggap mempunyai kekuatan magis disebut dengan Totemisme. Gamba-gambar bahtera di Pulau Seram dan Papua dimaksudkan sebagai bahtera bagi roh nenek moyang dalam perjalannya ke alam baka. Bukti bukti penguburan dan zaman mesolitikum ditemukan di Gua Lawa (sampung) dan di kjokkenmodinger, mayat-mayat tersebut dibekali dengan majemuk keperluan sehari-hari, mirip kapak-kapak yang indah dan perhiasan. Ada pula mayit yang ditaburi cat merah dalam suatu upacara penguburan dengan maksud menunjukkan kehidupan gres di alam baka.
Demikianlah klarifikasi artikel yang berjudul wacana Zaman Batu Madya (Mesolitikum) Beserta Peninggalan Budaya, Manusia Pendukung, Kehidupan Sosial, Seni Lukis, Dan Kepercayaan. Semoga sanggup bermanfaat. Sumber https://www.sekolahpendidikan.com
1). Peninggalan Budaya
Alat-alat kerikil yang dipakai dari Zaman Batu Tua pada Zaman kerikil madya masih terus dipakai dan dikembangkan serta menerima dari Asia Daratan sehingga memunculkan corak tersendiri. Bahkan alat-alat tulang dan flake dari zaman kerikil tua, memegang peranan penting pada zaman kerikil madya. Manusia pada zaman ini juga telah bisa menciptakan gerabah, yaitu benda pecah belah yang dibentuk dari tanah liat yang dibakar.
a) Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture)
Banyak alat-alat kerikil dan tulang dari Zaman Batu Madya ditemukan di abris sous rache, yaitu gua-gua yang dipakai sebagai tempat tinggal. Penelitian pertama terhadap abris sous roche dilakukan oleh Van Stein Callenfels di Gua Lawa, akrab sekampung, Ponorogo, Jawa Timur dari tahun 1928 hingga 1931. Alat-alat Mesolitikum yang ditemukan berupa alat-alat kerikil mirip mata panah dan flake, batu-batu penggiling dan alat-alat dari tulang tanduk.
Oleh lantaran sebagian besar alat yang ditemukan di Sampung berupa alat-alat dari tulang, maka disebut dengan kebudayaan tulang sampung (Sampung bone culture). Bersamaan dengan alat-alat dari Sampung ini, ditemukan pula fosil insan Papua-Melanesoid yang merupakan nenek moyang suku bangsa papua dan Melanesia sekarang. Alat-alat kerikil dan tulang dari Zaman Batu Madya juga ditemukan di Besuki, Jawa Timur oleh Van Heekeren. Di beberapa gua di Bojonegoro ditemukan pula alat-alat dari kerang dan tulang bersama dengan fosil insan Papua-Medlanesoid.
b) Kebudayaan Toala (Flake Culture)
Selama tahun 1893-1896 dya irabg bersaudara seoyoy, berkebangsaan Swiss, berjulukan Fritz Sarasin dan Paul sarasin melaksanakan penelitian di gua-gua di Lumancong Sulawesi Selatan yang masih didiami oleh suku bangsa Toala. Mereka berhasil menemukan alat-alat serpih (flake), mata panah bergerigi, dan alat-alat tulang. Van Stein Callenfels memastikan bahwa kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolitikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 hingga 1000 SM.
Pada penelitian lebih lanjut pada gua-gua di wilayah Maros, Bone, dan Bantaeng (Sulawesi selatan) berhasil ditemukan alat-alat serpih (flake) dan alat-alat lain, mirip kerikil penggiling, gerabah, dan kapak sumatra (pebble). Alat-alat yang ibarat alat kebudayaan Toala juga ditemukan di Nusa Tenggara Timur, yaitu di Flores, Roti, dan Timor, sedangkan di tempat Priangan, Bandung ditemukan flake terbuat dari obsidian (batu hitam yang indah).
c) Kebudayaan Kapak Genggam Sumatra (Pebble Culture)
Di sepanjang pesisir Sumatra timur laut, antara Langsa (Aceh), dan Medan ditemukan bekas-bekas tempat tinggal insan dari Zaman Batu Madya. Termukan itu berupa tumpukkan kulit kerang ini disebut Kjokkenmmoddinger ini, Van Stein Callenfels pada tahun 1925, juga menemukan:
- pebble (kapak genggam Summatra);
- hache courte (kapak pendek);
- batu-batu penggiling;
- alu dan lesung batu;
- pisau batu.
2) Manusia Pendukung
Pendukung kebudayaan Mesolitikum ialah insan dari ras Papua-Melanesoid. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil insan ras Papua Melanesoid, baik pada kebudayaan tulang sampung maupundi bukit-bukit di Sumatra. pendukung kebudayaan dan Toala Sarasin diperkirakan ialah nenek moyang orang suku Toala kini yang merupakan keturunan orang Wedda dari Srilangka (Ras Weddoid).
3) Kehidupan Sosial
Sebagian insan pendukung kebudayaan Mesolitikum masih tetap berburu dan mengumpulkan mengumpulkan makanan, tetapi sebagian dari mereka sudah mulai bertempat tinggal menetap di gua-gua dan bercocok tanam secara sederhana. Ada pula pendukung kebudayaan Zaman Batu Madya yang hidup di pesisir. Mereka hidup dengan menangkap ikan, siput, dan kerang.
Mereka bercocok tanam dengan amat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah sesuai dengan keadaan kesuburan tanah. Mereka menanam umbi-umbian. Pada zaman ini insan sudah mulai berupaya menjinakkan binatang. hal itu sanggup dibuktikan dengan temuan fosil anjing di gua Cakondo, Sulawesi Selatan.
4) Seni Lukis
Lukisan lukisan pada dinding-dinding gua di Eropa, Afrika, dan sebagian Asia berasal dari zaman Paleolithikum. Lukisan-lukisan itu antara lain lukisan rusa betina di gua Altamira Spanyol, denah bison di goa Niaux Perancis, dan lukisan tangan insan menggapai di atas kuda di gua Peach Merle, Prancis. Di indonesia lukisan-lukisan tersebut gres ada pada Zaman Mesolitikum. Kegiatan menggambar pada dinding-dinding gua dilakukan oleh pendukung kebudayaan Mesolitikum dikala mereka mulai hidup menetap di gua-gua. Di gua-gua itulan mereka menciptakan alat-alat kerikil dan tulang serta melukis pada dinding-dinding gua. Diantara alat-alat yang ditemukan di Kjokkenmoddinger terdapat gambar garis-garis sejajar dan gambar mata.
Penelitian lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan pertama kali dilakukan oleh C.H.M. Heekeren Palm pada tahun 1950 di Leang Patta E. Pada latar belakang cat merah dan gambar seekor babi rusa yang sedang melompat dengan panah di kepingan jantungnya. Menurut Van Heekeren gambar babi hutan di gua Leang-Leang di Sulawesi Selatan berumur sekitar 4000 tahun.
Lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara ditemukan oleh Kosasih S.A pada tahun 1997. Di gua-gua di Pulau Muna ditemukan majemuk lukisan, mirip insan dalam banyak sekali sikap, kuda, rusa, buaya, dan anjing.
Di Maluku, lukisan dinding gua ditemukan di pulau menakutkan dan pulau kei oleh J. Roder pada tahun 1937. Di Maluku ditemukan lukisan dinding di gua diantaranya cap-cap tangan, gambar kadal, manusia, rusa, burung, perahu, matahari, mata, dan gambar-gambar geometrik. Di papua, lukisan-lukisan tersebut, selain ditemukan di gua-gua, juga ditemukan pada dinding kerikil karang.
5) Kepercayaan
Masyarakat Mesolitikum di Indonesia sudah mengenal kepercayaan dan penguburan mayit lukisan insan di Pulau Seram dan Papua merupakan teladan gambar nenek moyang dan dianggap mempunyai kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Demikian halnya gambar kadal di wilayah tersebut, dianggap sebagai penjelmaan nenek moyang atau kepala suku sebagai lambang kekuatan magis. Pemujaan terhadap hewan yang dianggap mempunyai kekuatan magis disebut dengan Totemisme. Gamba-gambar bahtera di Pulau Seram dan Papua dimaksudkan sebagai bahtera bagi roh nenek moyang dalam perjalannya ke alam baka. Bukti bukti penguburan dan zaman mesolitikum ditemukan di Gua Lawa (sampung) dan di kjokkenmodinger, mayat-mayat tersebut dibekali dengan majemuk keperluan sehari-hari, mirip kapak-kapak yang indah dan perhiasan. Ada pula mayit yang ditaburi cat merah dalam suatu upacara penguburan dengan maksud menunjukkan kehidupan gres di alam baka.
Demikianlah klarifikasi artikel yang berjudul wacana Zaman Batu Madya (Mesolitikum) Beserta Peninggalan Budaya, Manusia Pendukung, Kehidupan Sosial, Seni Lukis, Dan Kepercayaan. Semoga sanggup bermanfaat. Sumber https://www.sekolahpendidikan.com
Buat lebih berguna, kongsi: