Pengertian Dan 3 Contoh Puisi Epik dalam Bahasa Indonesia. Sebelumnya, kita sudah tahu beberapa pola puisi dramatis, di mana jenis-jenis puisi yakni puisi yang menggambarkan sikap seseorang secara obyektif baik dalam deskripsi, obrolan dan monolog. Kali ini, kita akan tahu beberapa pola dari jenis puisi lain, puisi epik. Menurut Prihantini (2010: 209),
Pengertian puisi epik merupakan puisi yang berisi tuntunan atau fatwa hidup, serta mengandung kisah kepahlawanan yang berafiliasi dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Agar pembaca lebih paham, berikut ditampilkan beberapa pola puisi epik dalam bahasa Indonesia yang diambil dari banyak sekali sumber.
Contoh 1:
Krawang-Bekasi*
Karya: Chairil Anwar
Kami yang ingin terbaring antara Krawan-Bekasi
tidak dapat teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam damai di malam sepi
Jika dada rusa hampa dan jam dindig yang berdetak
Kami maati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum dapat memperhitungkan 4-5 ribu
nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi yakni kepunyaanmu
Kaulah lagi yan tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan
harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi dapat berkata
Kaulah kini yang berkata
Kami bicara padamu dalam damai di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Keang, kenaglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami kini mayat
Beri kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Keang, keanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Sumber https://www.isplbwiki.net
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam damai di malam sepi
Jika dada rusa hampa dan jam dindig yang berdetak
Kami maati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum dapat memperhitungkan 4-5 ribu
nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi yakni kepunyaanmu
Kaulah lagi yan tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan
harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi dapat berkata
Kaulah kini yang berkata
Kami bicara padamu dalam damai di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Keang, kenaglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami kini mayat
Beri kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Keang, keanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
*Sumber: Puput Mugianti, Buku Pintar Pantun Puisi & Peribahasa, Prima Jaya, Hlm 57-58. (Penulisan pola ini dibedakan dengan versi yang ada di sumber rujukan)
Contoh 2:
Sebuah Jaket Berlumuran Darah*
Karya: Taufiq Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi sedih yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebeabsan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ‘Selamat tinggal perjuangan’
Berikra setiap kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pesan itu telah hingga ke mana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang becak, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi mayit ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
*Sumber: Puput Mugianti, Buku Pintar Pantun Puisi & Peribahasa, Prima Jaya, Hlm 53-54. (Penulisan pola ini dibedakan dengan versi yang ada di sumber rujukan)
Contoh 3:
Diponegoro*
Karya: Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratuus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tidak dapat mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda.
Sungguhpun dalam ajal gres tercapai
Jika hidup gres dapat merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
Februari 1943
Sumber: Puisi-Puisi Chairil Anwar (1922-1949), Kakilangit Majalah Horison Edisi April 2016, hlm 3.
Demikianlah beberapa pola puisi epik dalam bahasa Indonesia dari banyak sekali sumber. Jika pembaa ingin mengetahui beberapa pola puisi lainnya, pembaca dapat membuka artikel pola puisi singkat, pola puisi naratif, pola puisi satirik, pola puisi lirik, pola puisi balada, serta pola puisi romance. Semoga bermanfaat untuk para pembaca sekalian
Sumber https://www.isplbwiki.net
Buat lebih berguna, kongsi: